Rabu, 25 November 2015

Daya magis Dhana “menyulap” pajak...........



KASUS 

JAKARTA - Terdakwa kasus penerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang pegawai negeri sipil nonaktif di Ditjen Pajak, Dhana Widyatmika, divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp.300 juta dengan subsider tiga bulan kurungan.
“Terdakwa Dhana Widyatmika terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sehingga dijatuhi pidana dengan penjara selama tujuh tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider kurungan tiga bulan penjara,” kata ketua majelis hakim Sudjatmiko dalam pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.
Dhana terbukti bersalah berdasarkan pasal 12 B Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pegawai negeri yang menerima gratifikasi dan pasal 12 huruf e Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No 31 tahun 1999 tengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat ke (1) KUHP tentang pemerasan oleh PNS dan pasal 3 Undang-undang No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta agar Dhana mendapat hukuman pidana penjara selama 12 tahun dikurangi masa tahanan dan membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. “Terdakwa sebagai PNS di kantor Ditjen Pajak telah menerima gratifikasi sebesar Rp2 miliar yang merupakan bagian dari pengiriman Rp3,4 miliar dari Liana Aprinani sebesar Rp2,9 miliar dan Femi Solihin sebesar Rp500 juta atas suruhan Herly Isdiharsono,” kata Sudjatmiko.
Uang tersebut, menurut majelis hakim, berasal dari Direktur PT Mutiara Virgo Jhony Basuki yang menjadi bagian pembayaran jasa penurunan pajak perusahaan tersebut sebesar Rp128 miliar dengan total “fee” sebesar Rp30 miliar kepada Herly. “Meski terdakwa tidak punya hubungan langsung dengan PT Mutiara Virgo tapi transfer Rp3,4 miliar itu dilakukan dua kali karena permintaan terdakwa kepada Herly agar transfer tidak lebih dari Rp3 miliar sehingga berlawanan dengan tugas terdakwa sebagai pemeriksa pajak,” ungkap hakim.
Hakim menganggap meski Dhana berdalih bahwa uang Rp2 miliar adalah untuk modal usaha peminjaman mobil PT Modern Mobilindo, modal yang dibutuhkan adalah Rp1,75 miliar sehingga jumlah Rp2 miliar berlebihan dan transfer pertama sebesar Rp2,9 miliar sudah cukup dan tidak perlu tambahan Rp500 juta. Dhana juga terbukti menerima empat lembar Mandiri Traveller Cheque (MTC) yang diperoleh dari Ardiansyah yang berasal dari pegawai Pemda Batam Erwinta Marius dan Raja Muchsin yang merupakan pelanggaran atas tanggung jawab sebagai pegawai pajak.
“Terdakwa tidak bisa menunjukkan bahwa MTC tersebut dibeli dari orang yang bernama Yanuar dengan uang milik terdakwa dan tidak lazim untuk membeli MTC karena MTC dapat dicairkan oleh siapapun, sehingga terdakwa tidak bisa membuktikan bahwa uang yang diterimanya bukanlah suap,” jelas hakim.
Hakim juga menganggap bahwa Dhana tidak pernah menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara kepada KPK atas gratifikasi yang diterimanya. Selanjutnya mengenai dakwaan kedua pasal 12 huruf e mengenai pemerasan, hakim menilai bahwa tindakan Dhana memeras untuk menguntungkan diri sendiri.
“Terdakwa sebagai ketua tim pemeriksa khusus PT Kornet Trans Utama (PT KTU) telah sengaja meminta kepada PT KTU agar mau memberi uang Rp1 miliar agar mengurangi pajak yang harus dibayarkan, tapi PT KTU tidak bersedia memberikan sehingga oleh tim pemeriksa termasuk terdakwa diperhitungkan sebagai pajak dan harus membayar Rp3,2 miliar,” jelas hakim.
Namun karena PT KTU menolak membayar uang Rp1 miliar tersebut maka PT KTU membawa permintaan wajib bayar pajak tersebut kepada pengadilan pajak yang akhirnya memenangkan gugatan PT KTU sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp967,1 juta ditambah bunga Rp241,6 juta sehingga nilai keseluruhan mencapai Rp1,2 miliar.
Untuk dakwaan ketiga yaitu mengenai pencucian uang dari pasal 3 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU, hakim menilai bahwa perbuatan Dhana yang tidak melaporkan harta kekayaan yang diperolehnya ke KPK membuktikan bahwa Dhana tidak ingin hartanya diketahui oleh yang berwajib. Dhana menyimpan harta kekayaannya di sejumlah bank dengan total nilai Rp11,4 miliar dan 302 ribu dolar AS ditambah membelanjakan harta dalam bentuk perhiasan emas seberat 1.100 gram, pembelian 11 tanah dan properti, jam tangan merek Rolex dan kendaraan. Namun hakim anggota III Alexander Marwata memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) yaitu membebaskan Dhana atas tiga dakwaan yang dikenakan kepada pria berusia 38 tahun tersebut. 

ANALISA KASUS

Setiap profesi memiliki etika dan aturannya masing-masing. Seseorang tidak boleh bekerja semaunya sendiri tanpa memperhatikan apalagi merugikan kepentingan orang lain. Ada pekerjaan yang menghasilkan banyak uang bagi seseorang. Namun ada juga pekerjaan yang mungkin tidak terlalu banyak menghasilkan uang namun di dalamnya terdapat “intrik” atau “permainan” sehingga orang yang bekerja pada suatu bidang tertentu mampu menghasilkan uang di luar pekerjaannya yang wajar. Di Indonesia salah satu pekerjaan yang dimaksud adalah menjadi pegawai pajak. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pegawai pajak bekerja di “lahan subur” yang rentan dengan godaan uang dan ketidakjujuran. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai salah seorang pegawai pajak yang ketahuan telah melakukan penyalahgunaan jabatannya sebagai pegawai pajak. Dia adalah Dhana Widyatmika.
Menurut saya,dalam kasus ini Dhana telah melanggar beberapa kode etik sebagai pegawai pajak,diantaranya adalah mengenai independensi,integritas,dan objektivitas.  

1.Independensi
Independensi adalah sikap yang berdiri sendiri tanpa mau terpengaruh oleh orang lain atau kelompok lain. Dalam hal ini,menurut saya Dhana tidak memiliki sikap independensi layaknya seorang pegawai pajak. Hal ini dibuktikan melalui adanya jasa penurunan pajak PT Mutiara Virgo sebesar Rp.128 milyar. Dia tergoda untuk mendapatkan uang dalam jumlah banyak dengan cara yang tidak menunjukkkan independensi.


2.Integritas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,integritas adalah keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Dalam hal ini Dhana sama sekali tidak menunjukkan sikap kewibawaan dan kejujuran. Hal ini karena Dhana mau saja melakukan korupsi dan penggelapan pajak dengan memanfaatkan posisinya sebagai pegawai pajak.

3.Objektivitas
Objektivitas (menurut KBBI) adalah sikap jujur, tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dalam mengambil putusan atau tindakan. Dhana adalah orang yang tidak objektif karena tidak menunjukkan sikap jujur dalam kinerjanya di Ditjen Pajak.

Selain kode etik diatas,Dhana juga melanggar prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance) sesuai pasal 3  Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal  31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN. Prinsip-prinsip yang dilanggar adalah sebagai berikut :
1.Transparansi (transparency) : keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. Dhana tidak terbuka dalam hal tentang pembayaran pajak PT Mutiara Virgo. Sehingga menyeretnya ke pusaran hukum.
2.Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dhana terlalu memaksakan diri dalam pengelolaan pajak perusahaan yang ditanganinya,sehingga menciptakan suatu korporasi yang tidak sehat.
3.Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. Dalam hal ini sangat terlihat bahwa Dhana melakukan pekerjaannya secara tidak efektif dan ekonomis karena merugikan Ditjen Pajak dan negara.
4.Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dhana mengelola pajak perusahaan yang ditanganinya secara tidak sehat dan tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

SANKSI

Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan karyawan dan pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik,antara lain mendapatkan,memakai,atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk kepentingan atau keuntungan pribadi,secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik perusahaan (Benny Susanti dalam modul Etika Profesi Akuntansi).
Menurut saya,Dhana sudah seharusnya mendapatkan hukuman pidana dan denda sebesar-besarnya termasuk pemutusan hubungan kerja . Hal ini dikarenakan Dhana telah merugikan negara dan rakyat Indonesia
Terdapat 3 tanggung jawab pejabat pemerintah khususnya pegawai pajak dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu : 
1.Tanggung jawab moral (moral responsibility)  
Pegawai pajak harus memiliki tanggung jawab moral untuk :                        
a. Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang ditangani kepada pihak yang berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya. 
b. Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif dengan kemahiran profesional (due professional care).
2.Tanggung jawab profesional (professional responsibility) 
Pegawai pajak harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya (rule professional conduct).                                                                                
3.Tanggung jawab hukum (legal responsibility)
Pegawai pajak harus memiliki tanggung jawab di luar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku. 

Rujukan :



http://kbbi.web.id/integritas (diakses pada 25 Nov 2015,18.02 WIB)

http://kbbi.web.id/objektivitas (diakses pada 25 Nov 2015,18.03 WIB)

Rabu, 11 November 2015

Abracadabra…“Sulap” Pajak ala Dhana…….



KASUS :
Jakarta- Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan jaksa terhadap terpidana kasus korupsi Dhana Widyatmika. Putusan PT memperberat hukuman mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu, dari tujuh tahun menjadi menjadi sepuluh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara. Demikian seperti dikutip dari situs resmi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, www.kejari-jaksel.go.id.
Hakim juga meminta barang bukti berupa tanah dan harta benda Dhana dirampas untuk negara. Namun, putusan PT masih lebih rendah dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni 12 tahun penjara.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Agung mengaku belum menerima salinan putusan tersebut. “Kejari Jaksel baru menerima pemberitahuan dari Pengadilan Tinggi terkait putusan tersebut. Jadi sikap jaksa masih menunggu salinan putusan lengkap,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/4/2013).
Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, majelis hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap Dhana Widyatmika.
Menurut majelis hakim, Dhana terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima pemberian uang terkait posisinya sebagai pegawai Ditjen Pajak, melakukan pemerasan, dan melakukan tindak pidana pencucian uang.
Putusan tersebut dibacakan majelis hakim yang diketuai Sudjatmiko dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (9/11/2012).
"Menyatakan terdakwa Dhana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti yang diatur dalam Pasal 12 B Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat 1 ke-KUHP dan Pasal 12 Huruf e UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan melakukan tindak pidana pencucian uang yang diancam pidana sesuai dengan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP," kata Hakim Sudjatmiko.
Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Hakim tidak sependapat dengan jaksa dalam penerapan pasal pada dakwaan kedua.
Menerima gratifikasi
Menurut majelis hakim, Dhana terbukti melakukan tiga perbuatan pidana. Pertama, menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar berkaitan dengan kepengurusan utang pajak PT Mutiara Virgo. Dhana bersama rekannya, Herly Isdiharsono, mengurus penyelesaian pajak kurang bayar PT Mutiara Virgo tahun pajak 2003 dan 2004. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar.
Pada 11 Januari 2006, Herly mentransfer uang Rp 3,4 miliar ke rekening Dhana, lalu Dhana mentransfer Rp 1,4 miliar ke rekening Nenny Noviadini. Sisa Rp 2 miliar digunakan Dhana. Adapun Herly ikut dijadikan tersangka dalam kasus ini.
"Selain itu, Dhana dianggap terbukti menerima cek perjalanan Bank mandiri senilai Rp 750 miliar yang dianggap gratifikasi," kata hakim.
Melakukan pemerasan
Kedua, Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana pemerasan terhadap PT Kornet Trans Utama. Sebagai ketua tim pemeriksa khusus wajib pajak PT Kornet, Dhana dan rekannya Salman Magfiron meminta kepada PT Kornet Trans Utama agar mau memberikan uang Rp 1 miliar supaya dibantu menurunkan kurang bayar pajak PT Kornet sebesar Rp 3,2 miliar.
"Akan tetapi, PT Kornet tidak bersedia sehingga diperhitungkan nilai kurang bayar pajak Rp 3,9 miliar. Perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri, orang lain, dengan melawan hukum," kata hakim Sudjatmiko.
Pencucian uang
Selain itu, Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 11,41 miliar dan 302.000 dollar AS di rekeningnya. Pun mengenai harta kekayaan Dhana yang dianggap nilainya tidak wajar jika melihat posisi Dhana sebagai pegawai negeri golongan III C. Harta Dhana yang dipermasalahkan di antaranya kepemilikan logam mulia seberat 1.100 gram yang disimpan dalam save deposite box Bank Mandiri Cabang Mandiri Plaza, Jakarta.
Majelis hakim menilai Dhana tidak dapat membuktikan asal-usul uang dalam rekening dan SDB tersebut kecuali dengan mengatakan bahwa uang itu merupakan warisan orangtua. Bukti-bukti foto, surat-surat, ataupun saksi meringankan yang dihadirkan Dhana dalam persidangan, menurut hakim, tidak cukup membuktikan bahwa kepemilikan uang berasal dari sumber yang sah.
ANALISA KASUS :
Moral dan Etika Dalam Dunia Bisnis
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), etika diartikan sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Menurut saya,hal yang dilakukan Dhana dalam kasus ini tidak menunjukkan etika dalam bisnis dan integritasnya sebagai pejabat public. Seharusnya ia bisa menunjukkan kinerja yang baik sabagai pegawai pajak terutama saat berhubungan dalam pemungutan pajak perusahaan yang ia tangani. Ia seharusnya tahu betul bagaimana etika bisnis suatu perusahaan,dimana perusahaan harus membayar pajak sesuai dengan kewajibannya.
Sebagai pejabat umum,sudah selayaknya Dhana bersaing secara sehat dengan pegawai lain,bukan dengan penggelapan pajak melainkan dengan pemungutan pajak yang sehat dan transparan. Hal ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap mereka,sekaligus menjaga moral,integritas,dan nama baik mereka selaku pejabat umum yang patut untuk ditiru.
Agar dapat menciptakan etika bisnis yang baik dan sempurna,seharusnya Dhana dapat mengendalikan diri dan tidak tergiur untuk memanfaatkan posisinya sebagai pejabat public dengan melakukan pemerasan maupun penggelapan pajak. Dalam etika bisnis yang baik,perusahaan seharusnya membayar pajak sesuai dengan kewajibannya,tapi dalam kasus ini Dhana justru kongkalikong dengan PT Kornet Trans Utama agar melakukan penurunan jumlah pembayaran pajak.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain seperti :

1. Pengendalian diri
Dalam hal ini seharusnya PT Kornet Trans Utama tidak mau mengikuti ajakan Dhana untuk melakukan penggelapan  pajak. Hal ini karena tidak sesuai dengan etika bisnis yang baik. Dhana pun sebagai pegawai pajak harus memiliki etika sendiri. Sehingga kedua belah pihak dapat disimpulkan tidak memiliki sikap pengendalian diri yang baik.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis dan Dhana dalam hal ini juga harus memiliki tanggung jawab sosial kepada  masyarakat dengan cara memberikan contoh moral yang baik agar dapat menuntun masyarakat umum ke arah yang positif.
3.Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnyaperkembangan informasi dan teknologi
Pesatnya teknologi dan informasi saat ini dapat menjerumuskan seseorang ke dalam  hal yang negatif. Namun bila orang itu mampu mempertahankan jati dirinya dan tidak mudah terombang ambing,maka ia tidak dapat terjerumus. Informasi mengenai kewajiban pajak yang harus dibayar sudah seharusnya secara terbuka dijelaskan kepada masyarakat,sehingga tidak timbul kesimpangsiuran.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntansi
Dalam kasus ini,profesi akuntansi yang berperan adalah pegawai pajak yang bertugas untuk menentukan besarnya pajak kepada wajib pajak yang bersangkutan. Tapi dalam hal ini Dhana justru menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri melalui penggelapan pajak dan gratifikasi.
Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia
Prinsip yang berlaku adalah sebagai berikut :
1.Tanggung jawab profesi
Dhana memiliki tanggung jawab yang besar sebagai pegawai pajak dengan memberikan teladan yang baik dan menjunjung tinggi etika profesi akuntan Indonesia. Namun ia justru memperkaya diri melalui penggelapan pajak dan menerima gratifikasi.
2.Kepentingan public
Sudah seharusnya Dhana mengutamakan kepentingan public daripada kepentingan pribadi. Seharusnya ia memikirkan bahwa pajak itu nantinya akan digunakan untuk masyarakat banyak,bukan untuk kepentingannya sendiri.
3.Integritas
Sebagai pejabat public,Dhana tidak menunjukkan integritas yang baik karena menyalahgunakan wewenang dan jabatannya. Hal ini sangat bertentangan dengan kode etik profesi akuntan.
4.Obyektivitas
Dhana Widyatmika bekerja secara subjektif yaitu dengan memanipulasi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar oleh PT Mutiara Virgo. Hal ini sangatlah tidak objektif.
5.Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Dalam kasus ini Dhana yang berperan sebagai pegawai pajak ceroboh menggunakan kompetensinya dalam pengurusan pajak perusahaan. Dia pun tidak hati-hati menggunakan kedudukannya.
6.Kerahasiaan
Dhana Widyatmika memang menjaga rahasia pajak dari perusahaan yang berada di bawah naungannya. Namun rahasia tersebut adalah rahasia yang bersifat penggelapan dan korupsi,sehingga rahasia disini bukanlah sesuatu yang harus ditutupi,tetapi justru harus dibuka.
7.Perilaku Profesional
Dhana merupakan sosok pejabat yang tidak menunjukkan perilaku profesionalnya. Ini karena dia sudah menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya sebagai pegawai pajak dengan melakukan penggelapan pajak,pencucian uang,dan menerima gratifikasi.
8.Standar teknis
Dhana Widyatmika tidak mengikuti standar teknis yang benar dalam pengurusan pajak. Seharusnya ia mengikuti aturan yang benar sehingga pajak yang seharusnya dibayar oleh wajib pajak dapat masuk ke kas negara.

Referensi :